Pages

Mengapa Saya Berhenti?

Saya masih terus membangun mimpi, saya terus mencoba meraihnya. Sehari-hari saya pergi ke tempat-tempat yang ada Wi-Fi, lalu membuka laptop, dan mulai membangun bisnis.

Bisnis saya sederhana, yaitu toko online dan juga media online. Keduanya saya bangun secara bersama setiap harinya. Tidak sulit, tapi butuh ketekunan dan ketelatenan.

Hingga suatu saat, saya berhenti.



Bukan berhenti bernapas, bukan. Saya hanya berhenti dari sekian banyak kegiatan saya membangun semua hal digital tersebut.

Saya vakum, meninggalkannya cukup lama hingga mungkin ada yang menunggu postingan media online saya. 

Tapi, mengapa saya berhenti?

Sederhana. Saya hanya ingin berpikir.

Berpikir merupakan bagian dari cara saya meraih mimpi. Bagi saya, berpikir adalah cara terbaik untuk meraih ide baru dan menemukan jalan pintas.

Jalan pintas seperti apa? Jalan pintas yang lebih mudah daripada yang saya lakukan selama ini.

Karena jalan itu akan semakin mudah ditemukan, ketika kita sudah sering melakukan hal-hal yang bersifat repetisi. 

Mengapa saya berpikiran seperti itu?

Tidak mudah bagi seorang pelari memikirkan masalah rumahnya saat olimpiade. Dia pasti hanya memikirkan bagaimana caranya sampai ke garis finish, dengan cara terus berlari. Hanya itu yang ada di otaknya, tidak lebih.

Sama halnya dengan saya ketika sedang meraih mimpi. Saya tidak bisa berpikir jernih saat sedang berlari kencang.

Tanpa berpikir, saya tidak akan tahu apakah yang saya lakukan sia-sia, apakah ada cara terbaik untuk mencapai garis finish, dan sebagainya. Semua itu bisa saya raih saat berpikir.

Makanya banyak yang bilang, "Saya mendapatkan banyak inspirasi saat sedang berak,"

Ya jelas banyak. Karena di saat itulah manusia cenderung tidak melakukan apa-apa dan mulai berpikir.

Jadi, mengapa saya berhenti membangun projek saya? Karena saya hanya ingin berpikir untuk melakukan sesuatu yang lebih efektiv. Bisa dibilang wisdom.

Bagaimana cara meraih wisdom? Klik

Redaksi

Menulis adalah cara saya mencari kebenaran yang tak selalu saya anggap kebenaran.

No comments:

Post a Comment