Pages

Memahami Filosofi Fotografi

Filosofi Fotografi
Saya, saat mencoba memahami filosofi coreta tembok di Galeri Nasional sebelum memotretnya.

Fotografi, tidak hanya soal melukis cahaya atau menjepret peristiwa. Lebih dari itu, fotografi sudah menyentuh filosofi mendalam yaitu "mengabadikan peristiwa".

Kalian tahu? foto itu sangat berharga bahkan tak terhingga nilainya jika bertahan sampai puluhan tahun ke depan. Nilainya akan jauh lebih tinggi karena ada cerita di baliknya.

Misal filosofi dalam salah satu foto saya ini:

Foto ini diambil menggunakan ponsel Xiaomi Redmi 4A

Foto ini diambil di Bundaran Senayan, Jakarta Pusat. Foto ini mungkin terlihat biasa saja, tidak ada yang spesial, hanya Patung Pemuda dan bus transjakarta.

Tapi coba bayangkan, jika suatu saat anak atau cucu kalian melihat foto ini, dan mereka bertanya kepada kalian tentang foto ini. Kalian akan sadar, bahwa mereka juga patut tahu soal bagaimana kisah dibalik foto ini. 

Kalian pun menjawab:

"Ini adalah Patung Pemuda Membangun atau lebih dikenal dengan sebutan Patung Pizza Man. Monumen ini ada di bunderan air mancur Senayan, tidak jauh dari pertokoan Ratu Plaza dan dibuat oleh tim patung yang tergabung dalam Biro Insinyur Seniman Arsitektur (ISA) di bawah pimpinan Imam Supardi."

Sementara anak atau cucu kalian masih belum puas dan akan bertanya lagi. "Kalau itu bus apa?"

Kalian tersenyum dan menjawab. "Itu bus Transjakarta. Sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara dan Selatan, yang beroperasi sejak tahun 2004 di Jakarta, Indonesia,"

"Dan kamu tahu, foto ini diambil saat Indonesia menjadi tuan rumah #AsianGames2018," lanjut kalian sambil tetap bercerita apa yang terjadi di Jakarta pada 2018.

Semenjak saat itulah, bisa saja rasa cinta dan bangga akan Indonesia mulai tumbuh di hati anak atau cucu kalian.

See? Itulah filosofi fotografi. 


Saat sebuah foto tidak hanya dicetak dan dibuang, tapi disimpan sebagai dokumentasi. Dokumentasi yang suatu saat bisa dibuka kembali dan diceritakan dari generasi ke generasi. 

Fotografi juga bukan hanya soal menjepret objek hidup atau mati. Tapi juga seni dan realita keindahan yang mempunyai makna juga cerita.

Untuk itu, seorang fotografi harus mampu menghidupkan suatu peristiwa lebih dan lebih lagi. Misal dengan permainan warna, pencahayaan yang cukup, hingga bahasa nonverbal jika objeknya mahluk hidup.

Sebagai wartawan, saya pun dituntut untuk tidak asal menjepret. Semua harus dilakukan cepat dan tepat, namun juga punya kisah.

Filosofi Fotografi
Beginilah kira-kira saya sebelum memotret. Memahami dulu filosofinya :)

Sebuah berita akan semakin hidup jika fotonya pun hidup. Oleh karena itu saya pun harus mempelajari soal fotografi human interest, potrait, aerial, fotografu panggung, landscape, wildlife, makro, fotografi jalanan, fotografi makanan, fotografi bangunan, fotografi olahraga, dan lain-lain.

Semua jenis fotografi itu memiliki kerumitan dan filosofinya masing-masing. Oleh karena itu, perlu perhitungan matang dan tidak asal jepret.

Filosofi dari fotografi tidak hanya datang dari diri Anda, melainkan juga mampu tersampaikan kepada penikmatnya. Jadi, Anda bisa mengakalinya dengan caption (keterangan) yang lebih jelas. Hal itu agar mereka yang melihat foto Anda, dapat lebih memahami nilai di balik foto Anda.

Baca Juga: [Fotografi] Dancing on My Own

Jadi, sudah paham kan soal filosofi fotografi? Untuk itu, jangan ragu mengabadikan suatu moment, karena bisa saja itu yang terakhir. Saya tidak bercanda, waktu itu sangat tidak terduga. Berjaga-jagalah. ;)

Redaksi

Menulis adalah cara saya mencari kebenaran yang tak selalu saya anggap kebenaran.

No comments:

Post a Comment